Hari Buruh Sedunia serta Riwayat Pada Hari Tersebut
Hari Buruh Sedunia diperingati setiap tanggal 1 Mei, berawal dari peringatan gerakan massal yang dilakukan oleh buruh-buruh di Amerika Serikat pada tahun 1886. Gerakan yang popular dengan nama “May Day” ini berawal dari rasa ketidakadilan yang dirasakan oleh Serikat Buruh Pekerja pabrik di Amerika pada waktu kerja yang dikenakan hingga 16 jam per hari. Kemudian Serikat Pekerja ini melakukan demonstrasi besar-besaran untuk menuntut diberlakukannya 8 jam kerja setiap hari, dan kenaikan upah yang layak. Demonstrasi besar-besaran dimulai pada awal April 1886, dengan jumlah demonstran sekitar 850 ribu dari berbagai penjuru negara bagian USA.
Di Indonesia sendiri peringatan Hari Buruh mulai dilakukan tanggal 1 Mei tahun 1920. Bahkan Indonesia tercatat sebagai negara Asia pertama yang merayakan 1 Mei sebagai hari buruh. Melalui UU Kerja No. 12 Tahun 1948, pada pasal 15 ayat 2, dinyatakan bahwa “Pada hari 1 Mei buruh dibebaskan dari kewajiban kerja.” Berdasarkan peraturan tersebut, kaum buruh di Indonesia, selalu memperingati May Day setiap tahunnya. Ini berarti sudah lebih dari 90 tahun yang lalu May Day telah diakui sebagai hari kaum buruh di Indonesia. Namun, sejak masa pemerintahan Orde Baru, hari Buruh tidak lagi diperingati di Indonesia dan sejak itu, 1 Mei bukan lagi merupakan hari libur untuk memperingati peranan buruh dalam masyarakat dan ekonomi. Hal ini disebabkan karena gerakan buruh dihubungkan dengan gerakan dan paham komunis yang sejak terjadinya G30S PKI pada 1965 yang ditabukan di Indonesia.
Semasa Soeharto berkuasa, aksi untuk peringatan May Day masuk kategori aktivitas subversif, karena May Day selalu dikonotasikan dengan ideologi komunis. Konotasi ini jelas tidak pas, karena mayoritas negara-negara di dunia ini (yang sebagian besar menganut ideologi nonkomunis, bahkan juga yang menganut prinsip antikomunis), menetapkan tanggal 1 Mei sebagai hari libur nasional. Orde Baru kemudian melarang buruh untuk memperingati May Day, karena Orde Baru memiliki ketakutan tersendiri terhadap kesolidan buruh di Indonesia, terutama perayaan May Day yang bisa mengkonsolidasikan ribuan buruh. Namun pada tanggal 1 Mei 1994, Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) kembali merayakan May Day di Medan, walaupun di bawah represifitas pemerintahan Orde Baru. Hal ini kemudian dilanjutkan oleh Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) dan Pusat Perjuangan Buruh Indonesia (PPBI) dalam merayakan May Day pada tahun 1995.
Sepanjang tahun 1998-2012, aksi-aksi peringatan May Day banyak di lakukan di pusat-pusat kekuasaan, seperti Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kantor Gubernur, Istana Negara, Depnaker, Disnaker, Gedung DPR/MPR, dan lain-lain. Namun menariknya, di rentang waktu tersebut terjadi perubahan tujuan aksi dari pusat kekuasaan ke kawasan industri, yakni pada rentang tahun 1997-2000. Pada rentang waktu tersebut, aksi-aksi May Day banyak dilakukan di kawasan-kawasan industri, seperti kawasan industri Tandes Surabaya, kawasan Industri di Pulo Gadung, Sidoarjo, Gresik, Ungaran Jawa Tengah, dan Sukoharjo. Perubahan pola aksi ke kawasan industri ini dilakukan karena kawasan industri merupakan jantung kapitalisme. Dengan dilakukannya aksi di kawasan industri, maka produksi di pabrik akan berhenti dan pemilik modal akan mengalami kerugian besar. Perubahan pola aksi ke pusat kekuasaan kembali marak terjadi pada kurun waktu 2001-2007.
Namun isu Mayday yang diangkat pada rentang waktu ini mulai menjadi sangat politis karena mengusung lawan neoliberalisme dan kapitalisme, menolak revisi UUK No. 13.
Perwakilan buruh meminta pemerintah menjamin perlindungan keamanan dan kebebasan berekspresi pada perayaan Mayday. Pemerintah juga diminta segera mengeluarkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai pengupahan agar ada mekanisme yang jelas mengenai penetapan upah layak. Pemerintah juga diminta mengeluarkan peraturan dan ketentuan mengenai pembangunan fasilitas perumahan dan kesehatan serta pendidikan di kawasan industri untuk mengurangi beban biaya perumahan, transportasi, pendidikan dan kesehatan yang harus ditanggung oleh para buruh.
0 komentar:
Posting Komentar